SuTi☼N☼_(19)
Agama
Pemograman
TV Online
Cahaya Hati
Kamis, 29 Maret 2012
Makalah tentang Shalat
BAB I
PENDAHULUAN
1A. Latar Belakang
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah. Untuk membatasi bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas tentang shalat wajib kaitannya dengan kehidupan sehari – hari.
Shalat merupakan salah satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya, maka dari itu ketika kita melakukan atau melaksanakan shalat kita di anjurkan untuk khususk dalam shalat yang dia lakukan supaya shalat tersebut bisa di terima oleh tuhan Yang Maha Esa, selain dari itu shalat memiliki berbagai macam keistimewaan.
1B. Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan (Sidi Gazalba,88)/. Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi,59).
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
1C. Sejarah dan Dalil Tentang Kewajiban Shalat
1C1. Sejarah Tentang Diwajibkan Shalat
Perintah tentang diwajibkannya mendirikan shalat tidak seperti Allah mewajibkan zakat dan lainnya. Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar biasa yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi’raj, dimana proses ini tidak dapat dipahami hanya secara akal melainkan harus secara keimanan sehingga dalam sejarah digambarkan setelahnya Nabi melaksanakan Isra dan Mi’raj, umat Islam ketika itu terbagi tiga golongan yaitu, yang secara terang – terangan menolak kebenarannya itu, yang setengah – tengahnya dan yang yakin sekali kebenarannya. Dilihat dari prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang utama, yaitu mengerjakan shalat dapat menentukan amal – amal yang lainnya, dan mendirikan sholat berarti mendirikanagamadan banyak lagi yang lainnya
1C2. Dalil–Dalil Tentang Kewajiban Shalat
Al-Baqarah,43
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَىةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَوَارْكَعُوْامَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang -orang yang ruku.
Al-Baqarah 110
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَوْةَ وَآتُوْالزَّكَوةَ وَمَاتُقَدِّمُوْا لاَِنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدُاللهِط اِنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa – apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah maha melihat apa – apa yang kamu kerjakan.
Al –Ankabut : 45
وَاَقِيْمِ الصَّلَوةَ اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرَ
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur: 56
وَاَقِيْمُوْ الصَّلاَةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَ وَاَطِيْعُوْ االرَّسُوْلَ لَعَلَكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian semua diberi rahmat.
Dari dalil – dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata – kata perintah shalat dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan “dirikanlah”. Dari unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.
BAB II
PEMBAHASAN
2A. Hal – hal yang perlu diketahui sebelum mengerjakan shalat
2A1. Yang Sunnat Dilakukan Sebelum Shalat
Adapun yang sunah dilakukan ketika seseorang tersebut hendak melakukan atau melaksanakan shalat ialah ketika waktu sampai pada waktunya yang biasanya di tandai dengan kumandang adzan, maka seorang hamba wajib melaksanakan shalat tersebut.
Adzan memiliki arti ”memberitahukan” yang dimaksud disini ialah ”memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dengan lafaz yang ditentukan oleh syarat”. Dalam lafaz adzan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagai akidah, seperti adanya Allah yang Maha Besar bersifat Esa, tidak ada sekutu bagi0Nya; serta menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan allah yang cerdik dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita diajak menanti perintahnya, yakni mengerjakan shalat, kemudian diajaknya pula pada kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya disudahi dengan kalimat tauhid.[2]
Adzan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan menyerukan untuk melakukan shalat berjamaah. Selain itu untuk mensy iar agama islam di muka umum. Allah telah berfirman dalam surat Al-Jumuah ayat 9 sebagai berikut :
يايها الذين امنوا اذانودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعواالى ذكرالله وذروا البيع ذلكم خير لكم ان كنتم تعلمون (الجمعة)
”Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat) dan tingglkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Al-Jumu’ah).
2A2. Syarat Wajib Shalat dan Syarat Shah Shalat
1. Syarat Wajib Shalat
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu, islam, balig, berakal, dan suci. Orang kafir tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat :
ماسلككم فى سقر قالوا لم نك من المصلين
”Apakah yang memasukkan kamu ke dalam saqar (neraka)?” Mereka menjawab: ”Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat”. (Al-Muddatstsir/74: 42-43).
Akan tetapi, mereka tidak dituntut melakukannya sebab shalat itu tidak sah dilakukan oleh kafir. Jika seorang kafir masuk islam, kewajiban shalat sebelumnya menjadi gugur dan ias tidak dituntut mengqada’ shalat msa kafirnya.
Orang murtad, jika masuk islam kembali, wajib mengqada’ shalat yang tinggal selama murtadnya, sebab kewajiban shalat itu tidak gugur oleh kemurtadannya.
Anak-anak dan orang yang hilang akal karena gila atau sakit, tidak wajib melakukan shalat berdasarkan sabda Rasulullah saw :
رفع القلم عن ثلاث عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل
Idiangkat qalam dari tiga orang; orang tidur sampai terjaga, anak-anak sampai dewasa, dan ornga gila sampai ia sadar kembali. (HR. Abu Daud dan Tirmidiy).
Orang yang sedang haid atau nifas tidak wajib shlat, bahkan tidak sah melakukannya sesuai dengan hadis ”A’isyah;
كنا نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فنؤمر بقضاء الصوم ولانؤمر بقضاءالصلاة
Kami haid, di sisi Rasulullah saw., kemudian suci kembali, lalu kami disuruhnya mengqada’ puasa dan tidak disuruh mengqada’ shalat.
Jika orang yang memenuhi persyaratan ini tidak melakukan shalat, karena tidak mengakui kewajibannya, maka dengan demikian ia telah menjadi kafir dan wajib dihukum bunuh sebagai orang murtad. Sedangkan orang yang tetap mengakuinya sebagai kewajiban, tetapi tidak melakukan karena malas atau alasan lainnya, para ulama berbeda pendapat tentang hukumannya.
Ahmad ibn Hanbal, Ishaq, dan Ibn Al-Mubarak berpendapat bahwa orang tersebut telah menjadi kafir dan wajib dibunuh sebagai orang kafir. Malik, Abu Hanifah, dan Syafi’i, berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap sebagai orang muslim, tetapi ia berdosa besar, dan wjib di hukum bunuh. Berbeda denganpendapat yang pertama, hukuman ini dipandang sebagai had atas kesalahannya meningglkan shalat. Menurut Ahl Al-Zair, orang yang meninggalkan shalat dikenakan hukuman ta’zir,yakni dipenjarakan sampai ia melakukan shalat.
2. Syarat Shah Shalat
Shalat dianggap sah menurut syara’ apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu yaitu :
a. Suci badan dari hadats dan najis
Dalam hal ini sebelum melakukan shalat seseorang harus bersuci dari hadats besar maupun kecil, dengan mandi, wudhu’, atau tayammum sesuai dengan keadaannya masing-masing. Keharusan bersuci ini didasarkan atas beberapa dalil ayat Al-Qur’an yang tertera dalam syrat Al-Maidah ayat 5:6 yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, pabila kamu hendak mengerjakan shalat, mka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,.........(Al-Maidah/5: 6).
Jika seseorang melakukan shalat tanpa bersuci dari hadats, baik dengan sengaja maupun terlupa, maka shalatnya menjadi batal sebab syarat-syarat tidak terpenuhi lagi.
Selain suci dari hadats juga disyaratkan suci badan, pekaian dan tempat shalat dari najis berdasarkan beberapa dalil sebagai berikut : Ayat Al-Qur’an :
وثيابك فطهر
Dan pakaianmu bersihkanlah (Al-Muddatstsir/ 74:4).
Hadits :
اذا اقبلت الحيضة فدعى الصلاة واذا ادبرت فاغتلي وصلى
Apabila datang haid maka tinggalkanlah shalat, dan apabila hid itu telah pergi mka basuhlah darah itu darimu dan shalatlah.
Ayat dan hadits ini menunjukkan keharusan menyucikan badan dari najis, sedangkan keharusan kesucian pakaian diambil dari perintah Rasul saw. Untuk mencuci pakaian yang terkena darah haid.
b. Menutup Aurat Dengan Pakaian yang Bersih
Menurut lughat, aurat berarti kekurangan, cacat, dan sesuatu yang memalukan. Menutup aurat itu wajib dalam segala hal, di dalam dan di luar shalat.
Kewajiban menutup aurat di dalam shalat termasuk hal yang disepakati (ijma’) ulama’, dan juga didasarkan pada hadits Rasul saw .: yang artinya :
Allah tidak menerima shalat perempuan yng telah dewasa kecuali dengan memakai khimar, kerudung. (HR. Tirmiziy).
Bahan penutup aurat itu mestilah cukup tebal dan rapat sehingga dapat menutupi warna kulit dari pandangan. Orang yang benar-benar tidak mendapatkan pakaian untuk menutup auratnya dibolehkan shalat dalam keadaan telanjang; shalatnya sah dan tidak mesti diulang lagi. Adapun batas-batas aurat yang wajib ditutupi itu, bagi laki-laki ialah pusat dengan lutut, sedangkan bagi perempuan iaolah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
Menurut Ahmad ibn Hanbal, aurat laki-laki hanyalah qubul dan duburnya, tetapi seluruh tubuh perempuan adalah aurat, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu Hanifah, telapak kaki perempuan tidak termasuk aurat.
c. Mengetahui Waktu Shalat
Persyaratan ini harus terpenuhi dengan benar-benar mengetahui masuknya waktu berdasarkan tanda-tanda seperti yang telah dijelaskan terdahulu, atau melalui ijtihad. Ijtihad yang dimaksudnkan dapat berupa perkiraan waktu berdasarkan kegiatan tertentu, seperti membaca wirid atau pelajaran, menulis, menjahit, atau pekerjan lainnya. Dapat juga dengan memperhatikan tanda-tanda lain seperti kokok ayam, suara azan, posisi bintang-bintang, perhitungan waktu shalat dengan menggunakan rumus-rumus ilmu falak dan sebagainya. Orang yang tidak sanggup berijtihad karena tidak mengetahui tanda-tanda terkait dapat bertaqlid mengikutu ijtihad orang lain.[3]
d. Menghadap Kiblat
Para ulama telah ijma’ mengatakan bahwa tidak sah shalat tanpa menghadap qiblat. Orang yang melakukan shalat harus menghdap dadanya ke qiblat. Yang hal ini tertera dalam nas Al-Qur’an yang berbunyi :
Palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu kearah qiblat. (Al-Baqarah/2: 144).
2B. Shalat yang Wajib dilakukan Oleh Mukalaf
Shalat yang wajib bagi tiap-tiap dewasa (mukallaf) yang berakal sehat ialah lima kali sehari semalam, yakni shalat dhuhur, ashar, mghrib, isya’ dan subuh yang hal ini berkumpul semuanya sebagai kesatuan hanya pada ajaran dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Dan kefardhoan shalat yang lima wktu itu di turunkan malam isro’ malam 27 buln rajab tahun 3 bulan terhitung semenjak Muhammad diangkat menjadi Rasul.
2C. Struktural Shalat Nabi
Berangkat dari sebuah hadits yang berbunyi :
صلواكمارايتموانى اصلى
Yang mempunyai arti “Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat“.
Hadits tersebut mencerminkan, beliau sangat khawatir, kepada umatnya, tidak lagi mampu melakukan shalat sebagaimana pernah dikerjakannya, tentu beliau dalam melakukan shalat tidak saja sekedar jungkar-jungkir tanpa mempunyai makna yang dalam bagi kehidupannya, sehingga secara teori dengan gamblang diterangkan bahwa shalat adalah ibadah yang utama dan sebagai penentu seluruh amalan lainnya.
Agar tingkat kekhawatiran Rasulullah saw tidak menjadi kenyataan, dibawah ini diterangkan bagaimana shalat pernah dilakukan beliau secaa utuh dan bernilai bagi kehidupan.
Pertama, shalat berbentuk struktural, yaitu shalat wajib yang dilakukan lima kali sehari semalam, yaitu subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya’ yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Adapun di luar itu bersifat sunnah, baik yang muakkat maupun yang sunnah biasa.pembahasan disini dikhususkan pada masalah shalat wajib, dan dampak siklus rutinitas sehari-hari, sehingga terbentuk kehidupan manusia proaktif dan berkembang secara dinamis menuju kehidupan yag lebih baik.
Shalat struktural merupakan bentuk shalat vertikal, yaitu hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhan Allah swt). Sedangkan shalat struktural ada tiga pokok utama sebagai satu paket yang harus dilakukan secara utuh, yaitu : Wudhu, shalat dan do’a.
a. Wudhu
Wudhu menurut bahasa indonesia, mensucikan diri sebelum shalat dengan membasuh muka, tangan, sebagian kepala dan kaki. Sedangkan menurut bahasa Arab, berasal dari kata wadhua-wudhuuan, yang berarti bersih. Jadi wudhu adalah bersuci atau membersihkan anggota badan sesuai dengan syari’ah islam yang telah ditentukan.
Pelaksanaan wudhu dilakukan atas dasar perintah Allah swt:’ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki dan jika kamu junub, maka mandilah dan jika kamu sakit atai dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus/WC) atau menyentuh perempuan, lalu jika kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak akan menyulitkan kamu tetapi dia hendak memberishkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu supaya kamu bersyukur“.
b. Shalat
Shalat struktural yang pernah dilakukan Nabi SAW dengan urutan sebagai berikut :
1. Takbir
Shalat langsung diawali dengan takbir, sebab disaat mau mengambil air wudhu, otomatis pada waktu itu niat shalat telah berlaku, sebab wudhu yang dilakukan memang diperuntukkan niat untuk shalat. Setelah wudhu dengan sempurna, langsung berdiri menghadap ke kiblat dan takbir.
2. Iftitah
Setelah takbir dengan sempurna dalam posisi sendekap, langsung membaca do’ iftitah. Do’a ini banyak jenisnya, sebab Nabi saw pernah melakukan berbagai macam. Pelaku shalat dapat memilih salah satu diantara yang ada, sesuai dengan kelonggaran waktu yang dimiliki, apabila waktunya panjang, dapat memilih yang panjang dan sebaliknya jika waktunya sempit, boleh memilih yang pendek.
3. Membaca Al-Fatihah dan Salah Satu Surat Al-Qur’an
Setelah selesai membaca do’a iftitah, langsung membaca al-fatihah dan posisi gerakannya tetap seperti disaat iftitah. Membaca al-fatihah ini mutlak, sebagaimana sabda Nabi saw :
عن عبادة بن الصامت قال, قال رسول الله صلعم لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القران
Dari ‘Ubadah bin Shamid, i berkata : Telah bersabda Rasulullah saw.: Tidak ada shlat (tidak syah) bagi orang yang tidak membaca ummul Qur’an (Al-Fatihah) (HR. Bukhari Muslim).
Setelah selesai membaca Al-Fatihah, langsung membaca salah satu surat atau ayat Al-Qur’an dan posisi gerakannya sama (sendekap) sebagaimana disaat membaca Al-Fatihah. Usahakan memilih surat atau ayat yang difahami maknanya agar dapat menjiwai disaat membaca, adapun panjang pendek surat (ayat) disesuaikan dengan kelonggaran waktu.
4. Ruku’
Setelah selesai membaca salah satu surat (ayat), lalu takbir “Allahu Akbar”, dan langsung badan membungkuk hingga kedua tangan diletakkan pada kedua lutut kaki. Adapun bacan yang pernah dilakukan Rasulullah saw juga banyak jenisnya, dibolehkan memilih salah satu, sesuai kelonggaran waktu. Do’a tersebut sebagai berikut :
a. Do’a ruku’ yang pernah dibaca Rasulullah saw :
سبحان ربي العظيم
Maha suci Tuhanku, tuhan yang Maha Besar (HR. Muslim dan Ashabus Sunan).
Rasulullah saw, kadang-kadang berlama-lama ruku’ membaca do’a sepuluh kali tasbih ini, kadang lebih dari itu dan sekurang-kurangnya 3 kali, sebab kalau ada keperluan beliau menyegerakan shalatnya.
5. I’tidal
Setelah ruku’ dilakukan dengan sempurna, lalu bangun sambil mengangkat tangan sebagaimana cara bertakbir, kemudian tangan lurus dengan badan dan bacaannya sebagai berikut :
سمع الله لمن حمده
Mudah-mudahan Allah mendengar pujian orang-orang yang memuji-mujinya (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abi Daud dari Ali ra).
6. Sujud
Setelah membaca do’a I’tidal langsung bersujud dengan cara meletakkan kedua lututnya terlebih dulu ke depan, kemudian baru meletakkan kedua tangannya di samping kiri-kanan kepala dan jari-jari tangan rapat sama dengan di saat takbir.
7. Duduk di antara dua sujud
Setelah sujud selesai dengan sempurna, lalu duduk iftirasy dengan cara melipatkan kaki kiri dan meletakkan punggung (pantat) atasnya serta menegakan kaki kanan serta menghadapkan ujung-ujung anak jari ke kiblat.
8. Duduk takhiyat atau tasyahud
Setelah selesai semua prosesi rakaat pertama dan kedua, langsung duduk takhiyat atau tasyahud dengan cara kaki kiti diletakkan di bawah kaki kanan, sebagaimana posisi duduk diantara dua sujud dan ia genggam tangannya dengan isyarat telunjuknya.
9. Salam (takhiat akhir)
Selesai tasyahud akhir langsung salam, dengan cara menoleh kekanan dan kekiri sambil membaca :
السلام عليكم ورحمة الله
c. Do’a
Adapun do’a yang sering Rasulullah baca ketika selesai shalat ialah sebagai berikut :
لا اله الاالله واحده لاشريك له, له الملك وله الحمد وهو على كم شئ قدير, اللهم لا مانع أعطية ولا معطي لما منعت ولاينفع ذالجد اللهم انى اعوذبك من البخل واعوذبك من الجبن واعوذ بك من ان ارد الى ارذل العمر واعوذبك من فتنة الدنيا واعوذبك من عذاب القبر اللهم انت لسلام ومنك السلام بتاركت ربنا ياذالجلال والاكرام
Setelah selesai seluruh prosesi shalat yang mulai dari takbir hingga salam, kemudian membaca do’a-do’a sesuai dengan contoh Rasulullah saw atau dapat juga ditambah asalkan riwatnya sah. Do’a sesuadah shalat yang pernah dilakukan Rasulullah saw,:
„Tidak ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tiada sekutu baginya, kepunyaan-Nyalah sekalian kerajaan dan bagi-Nyalah sekalian pujian dan ia di atas sesuatu amat berkuasa. Wahai Tuhan yang tidak ada yang bisa menghlangi apa yang engkau beri dan tidak ada yang bisa menarik manfaat dari padamu untuk si kaya“ (HR. Muttafaqun’Alaih). “Wahai Tuhanku, aku berlindung kepadamu dari pada kebakhilan dan aku berlindung kepadamu dari pada ketakuta, dan aku berlindung dari padamu daripada umur yang pikun dan aku berlindung kepadamu daripada percobaan hidup dan aku berlindung kepadamu dari azab kubur“ (HR. Bukhari). “Wahai Tuhan, tolonglah aku untuk dapat mengingatmu dan berterima kasih kepadamu dan beribadah yang baik kepadamu“ (HR. Abu Daud, Ahmad dan An-Nasa’i).
2D. Yang Membatalkan Aktivitas Shalat
Dalam melaksanakan ibadah shalat, sebaiknya kita memperhatikan hal-hal yang mampu membatalkan shalat kita, contohnya seperti :
1. Menjadi hadas / najis baik pada tubuh, pakaian maupun lokasi
2. Berkata-kata kotor
3. Melakukan banyak gerakan di luar sholat bukan darurat
4. Gerakan sholat tidak sesuai rukun shalat dan gerakan yang tidak tuma'ninah
2E. Hikmah Shalat
a. Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa
Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya
Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah.
b. Shalat Merupakan Benteng Kemaksiatan
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat.Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat, merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur'an surat Al-Ankabut: 45.
c. Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur
Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan khusus. Banyak yang celaka bagi orang – orang yang shalat yaitu mereka yang lalai shalat
selain mendidik perbuatan baik juga dapat mendidik perbuatan jujur dan tertib. Mereka yang mendirikan tidak mungkin meninggalkan syarat dan rukunnya, karena apabila salah satu syarat dan rukunnya tidak dipenuhi maka shlatnya tidak sah(batal)
d. Shalat akan membangun etos kerja
Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas.
BAB III
PENUTUP
3A. Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan di atas dapat saya simpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Shalat ialah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuataan yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam.
Azan merupakan sebuah pemberitauan terhadap orang muslim untuk melaksanakan perintah Allah, yakni shalat yang hal itu merupakan sebuah kesunnahan sebelum melaksanakan shalat.
Shalat merupakan salah satu interaksi antara Tuhan dengan hambanya, akan tetapi shalat di anggap sah ketika terpenuhi syarat shah shalat, yang di antaranya ialah suci badan, dari hadats dan najis.
Shalat yang wajib di wajibkan oleh tiap mukallaf ialah dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.
Shalat struktural merupakan bentuk shalat vertikal, yaitu hablum minallah sedangkan shalat struktural ada tiga pokok utama sebagai satu paket yang harus dilakukan secara utuh yaitu, wudhu’, shalat dan do’a.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid Sulaiman, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994).
Nasution Lahmuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999).
As’ad Aliy, Fathul Mu’in (Kudus : Menara Kudus, 1979 M).
Abdul Karim Nafsin, Menggugat Orang Shalat Antara Konsep dan Realita (Mojokerto : C Al-Himah, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar